Minggu, 15 Juni 2014

Sekotak Pedih


Setelah ini, dia akan pergi ke luar negeri untuk melanjutkan studi dan cita-cita terbesarnya. Dia mengatakannya dengan bahagia. Terlihat jelas segaris senyum di wajahnya. Tapi perkataan itu, membuat pudar senyum ku. Membuat turun bahu ku dan menyakitkan hati ku. Ah! aku teramat mencintainya dan teramat tak rela melepasnya. Dia  bahkan meminta doa ku. Jika aku mendoakannya, apakah Tuhan mau menerima doa dengan penuh rasa tak rela?


Pagi ini aku terbangun pukul 05.10 pagi. Setelah sholat subuh, Ayah meminta ku untuk bergegas membantunya membersihkan halaman. Rencananya hari ini Ayah akan membeli bibit pohon mangga untuk ditanam di halaman rumah. Aku mencoba bersikap biasa, seolah tak terjadi apa-apa. Padahal mata ku berbicara dengan lantang bahwa semalamam aku menangis. Ya, mata ku bengkak dan terasa tebal ketika berkedip. Untung saja Ayah tak terlalu memperhatikan, ia sedang tidak memakai kacamata kesayangannya. Mungkin karena hari ini akan menanam bibit pohon mangga, akan sangat menyusahkan jika kacamata itu menggantung di telinga dan hidungnya.


Ibu ku baru pulang dari pasar setelah aku selesai membersihkan halaman. Ia melihat sisa bengkak di mata ku dan segera menanyakan apa sebabnya. Langsung saja ku katakan bahwa semalam aku menonton drama korea yang kisahnya sangat menyayat hati. Padahal, perkataan Triya yang membuat ku menangis semalaman. Triya? Triya itu yang tadi aku ceritakan di awal. Ibu ku tak kuat menahan tawanya, jelas saja tak kuat karena setelah mendengar alasan ku, tanpa berkata sedikit pun gigi-giginya terlihat dan matanya menyipit karena tertawa. “Ya Allah Fiiin, gak sekalian aja kamu jadi pemain dramanya? kamu kan gampang nangis tuh, jadi pas akting nangis sutradaranya hemat insto! hahaha”. Aku membalasnya dengan tatapan sinis dan langsung menelusuri kantong-kantong plastik belanjaan ibu ku. “Kue pesenan ku mana Bu? Aku laper banget nih abis keringetan bantuin Ayah”. “Sebentar, ada di kantong ini nih” balas Ibu sambil meraih kantong berwarna putih bening.


Toet.. (dering pesan singkat HP ku berbunyi). Aku yang baru saja selesai mandi hanya menatap HP ku di atas kasur. Setelah tangan ku kering, langsung ku baca pesan itu sambil menggosok rambut yang basah dengan handuk.

            From: Triya
“Fiin, temenin gue ke toko buku ya hari ini? mau beli bahan-bahan buat keperluan acara. Sebagai staff acara yang baik, lo gak boleh nolak! :p. nanti jam 10 gue jemput ke rumah.”
To: Triya
“Yaelaaaah, biasanya lu pergi sama Ain kenapa sekarang ngajak gua daaah. Mager ah! Minggu tuh waktunya gue baca novel, makan bisckuit coklat sambil ngadem di halaman! Ganggu lo!!!”
From: Triya
“Si Ain nemenin adenya ke acara ulang tahuuun. Ayoolaaah Fiin, gue sekalian mau curhat sama lo niih. Kan Cuma ke elo gue ceritanyaaa”
To: Triya
“Ah. gue selalu kalah kalau ngadepin lo. Geura jemput gue.”
From: Triya
"Hahahaha makasih mba mro yang paliing baiik. Gue jamin hari ini lu gak nyesel pergi sama gue. Oke, tunggu gue ya Sob :p"
 


“Tuhaaaaaan, kenapa mesti ketemu Triya lagi hari iniiii, gara-gara satu divisi kepanitiaan hidup aku harus sepanjang hari bareng Triya?? Huwaaa. Tahan Fiin, sabar yaaa, hari ini harus berjuang! berjuang tidak memperlihatkan rasa cinta dan rasa sakitnya hati”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar